Hura Haru Dewan Rakyat

(Poetry-TulisanTaa) - Tak ada lagi yang bisa menutup mata dengan keadaan miris dewan yang katanya wakil rakyat, berjoget ke sana ke mari sementara rakyatnya tertatih mengais rezeki. Sedihnya pun, hanya segelintir dewan yang peduli namun sepertinya tak bisa bersuara karena dibungkam, entahlah. 

Ilustrasi aksi demonstrasi. (Foto: Istimewa)


Mati lampu keadilan bagi rakyat Indonesia, menyala kenaikan gaji dewan yang katanya ada penghematan biaya anggaran negara. Bullshit, satu kata yang tepat diklaim untuk omon-omon para manusia yang katanya bekerja untuk rakyat. 

Katanya peduli warga negara, katanya mereka mendengarkan suara rakyat, katanya mereka menerima kritik masyarakat, namun nyatanya mahasiswa dan buruh ditahan dengan beton ber-oli seakan mereka adalah penjahat bangsa. 

Kekerasan dan pukulan acap kali menghiasi aksi di pertengahan bulan Agustus 2025 ini, ancaman yang tak manusiawi bahkan satu lawan seribu. Iya, sukanya keroyokan lawan individu tanpa senjata. Entah memang perintah atau pelampiasan diri, tapi harusnya tak menggunakan kekerasan, bukan?

Mengatur perundang-undangan untuk keuntungan sekelompok orang pun pandai namun, mengesahkan undang-undang yang sesuai dengan UUD 1945 pun rasanya penuh gusar tak ada ujung.

Kami warga negara Indonesia hanya berpatokan pada Pancasila, yang mana tolong implementasikan isi kelima Pancasila tersebut di kehidupan masyarakat. Tolong jangan bungkam suara rakyat kecil, berikan ruang untuk kami mengumandangkan apa yang seharusnya diberitahu kepada dunia, biarkan semesta menilainya, maka kalian mungkin akan sadar atau tetap buta?

Tak banyak mau kami sebagai warga negara Indonesia yang baik, cukup keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan keadilan bagi seluruh anggota dewan serta keluarga besar. 

Berhentikan kementerian yang memang memiliki deskripsi pekerjaan ganda, kurangi nominal angka hanya karena memfasilitasi dewan yang mewakili rakyat itu, mereka sudah hidup berkecukupan. Apakah masih kurang dengan pendapatan yang sebelumnya, Tuan? Oh, Nyonya?

Belum terlambat, atau mendekati kata terlambat itu. Indonesia pasti bisa menjadi generasi emas kan?


Posting Komentar

0 Komentar